Tiga Kedustaan yang Dilakukan Nabi Ibrahim Alaihissalam
TIGA KEDUSTAAN YANG DILAKUKAN NABI IBRAHIM ALAIHISSALLAM
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulallahu Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam tidak pernah sama sekali berdusta dalam hidupnya kecuali tiga kali. Adapun dustanya yang kedua kali adalah berkaitan dengan Dzatnya Allah Shubhanahu wa ta’alla, yaitu yang telah tercantum dalam firman Allah Ta’ala:
قال الله تعالى : فَقَالَ إِنِّي سَقِيم (سورة الصافات: 89).
“Kemudian ia berkata:”Sesungguhnya aku sakit“. [ash-Shaffat/37: 89].
Dan yang kedua, sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah Ta’ala:
قال الله تعالى : قَالَ بَلۡ فَعَلَهُۥ كَبِيرُهُمۡ هَٰذَا فَسَۡٔلُوهُمۡ إِن كَانُواْ يَنطِقُونَ (سورة الأنبياء : 63).
“Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, Maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”. [al-Anbiyaa’/21: 63].
Adapun yang terakhir adalah dustanya tentang Sarah (istrinya). Kisahnya, pada suatu ketika Ibrahim pernah mendatangi sebuah negeri yang di pimpin oleh raja yang fajir, dan beliau bersama istrinya Sarah, dia adalah seorang wanita yang sangat cantik.
Maka Ibrahim mewanti istrinya: “Sesungguhnya raja yang fajir ini, jika sampai mengetahui engkau adalah istriku, tentu ia akan mengambilmu dariku secara paksa. Oleh karena itu, apabila ia menanyakan kamu, kabarkan padanya bahwa kamu adalah saudaraku. Engkau adalah sudaraku seIslam, karena saya tidak mengetahui ada di dalam negeri ini seorang muslimpun selain aku dan dirimu”.
Maka ketika mereka berdua telah memasuki kota, ada beberapa punggawa raja fajir yang melihatnya, dengan cepat ada yang segera melapor padanya, sungguh telah datang dinegerimu seorang perempuan yang sangat menawan, tidak layak dimiliki melainkan olehmu, kata orang tersebut.
Sang raja langsung mengutus untuk mendatangkan Sarah kehadapannya. Kemudian tidak berapa lama ia pun di bawa menghadap. Sedangkan di kejauhan sana, Ibrahim berdiri mengerjakan sholat.
Tatkala Sarah memasuki istananya, sang raja tidak sabar lagi, maka dengan segera ia menjulurkan kedua tangannya untuk memeluknya. Namun tangannya terkunci dengan kuat, sehingga ia tidak sanggup untuk melepasnya.
Lalu ia berkata padanya: “Berdo’alah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, agar melepaskan kedua tanganku ini, saya berjanji tidak akan menyakitimu”. Sarah menuruti kemauannya. Tatkala telah terlepas ia mengulurkan tangannya ingin memeluknya, akan tetapi, kedua tangan terkunci kembali, dan sekarang lebih keras dari yang pertama. Ia lalu meminta supaya di do’akan agar di lepas kuncian tangannya oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sarah pun melakukannya. Namun, ketika terlepas ia mengulangi kembali ingin memeluknya. Akan tetapi kedua tangannya kembali terkunci, bahkan lebih keras lagi dari yang sebelumnya.
Ia lalu menyeru padanya: “Doa’kanlah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, supaya melepaskan tanganku, demi Allah, saya berjanji tidak akan menyakitimu”. Sarah lalu menuruti permintaannya, maka kedua tanganya terlepas.
Kemudian sang raja memanggil orang yang membawa Sarah dihadapannya: “Wahai kamu, apa yang kamu bawa ini, sesungguhnya engkau membawa setan padaku bukan seorang manusia! Bawa ia keluar dari negeriku dan berilah ia seorang budak Hajar”.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian melanjutkan: “Kemudian Sarah berpaling darinya, berjalan meninggalkannya. Tatkala Ibrahim ‘alaihi sallam melihatnya, ia segera menyudahi sholatnya lalu menyambut istrinya, dan menanyakan kabarnya: “Apa yang terjadi? Baik, Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menahan untukku dari jamahan tangan orang fajir, dan ia memberi kita seorang pembantu”.
Berkata Abu Hurairah: “Itulah ibu kalian wahai Bani air yang turun dari langit”.
Hadits ini shahih, di keluarkan oleh Bukhari dan Muslim.
[Disalin dari من القصص النبوي: الثلاث كذبات اللاتي كذبهن إبراهيم عليه السلام Penulis Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari, Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
MENGENAL SIAPA NABI IBRAHIM ‘ALIHIS SALLAM
Beliau adalah Ibrahim bin Azar –atau Tarikh- bin Nahur bin Saarugh bin Raa’u bin Faaligh bin Aabir bin Syaalikh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh ‘alihi sallam.[1]
Ada yang mengatakan beliau adalah Ibrahim bin Tarikh bin Naakhur bin Saarugh bin Arghu bin Faaligh bin Aabir bin Syaalikh bin Qinan bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh ‘alaihi sallam.[2]
Para ulama berbeda pendapat tentang asal muasal daerahnya serta tempat kelahiran beliau. Ada sebagian ulama yang mengatakan, “Tempat kelahiran beliau adalah di Suus dari negeri al-Ahwaz”. Ada lagi yang menyatakan, kalau beliau lahir di Ghuthah, Damaskus di sebuah perkampungan yang dinamakan dengan Barzah di pegunungan Qasiyun. Pendapat ini sebagaimana datang dari riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.[3]
Ulama yang lain mengatakan, “Beliau di lahirkan di Warka sebuah daerah yang letaknya berada ditepi az-Zawabi dekat perbatasan Kaskar. Kemudian ayahnya membawa beliau ke tempat yang raja Namrud tinggal di situ yakni di tepi Kuutsa”. Ada yang menyebutkan, di Sawad dekat dengan Kuutsa. Ada lagi yang mengatakan, tempat kelahirannya di Huraan. Akan tetapi, ayahnya membawa beliau ke negeri Baabal (Babilonia).[4]
Sebagian lagi menyebutkan, ‘Tempat kelahiran beliau berada di Baabal masuk dikawasan negeri Sawaad’. Pendapat ini yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Katsir. Dan diriwayatkan dari Ibnu Asakir dari beberapa jalur dari Ikrimah, bahwa Ibrahim lahir di negeri al-Kaldaniyin (armenia) -yang mereka maksud ialah Baabal-.[5] Selanjutnya para sejarahwan berselisih tentang nama ayah Ibrahim, apakah bernama Azar atau Tarih. Namun, yang kuat ialah bernama Azar, berdasarkan firman Allah tabaraka wa ta’ala:
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصۡنَامًا ءَالِهَةً إِنِّيٓ أَرَىٰكَ وَقَوۡمَكَ فِي ضَلَٰل مُّبِين [ الأنعام: 74 ]
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata“. [al-An’am/6: 74]
Demikian pula didukung dengan sebuah hadits dimana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَلْقَى إِبْرَاهِيمُ أَبَاهُ آزَرَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى وَجْهِ آزَرَ قَتَرَةٌ وَغَبَرَةٌ.. » [أخرجه البخاري]
“Kelak pada hari kiamat Ibrahim akan berjumpa dengan ayahnya Azar sedang ketika itu diwajah Azar penuh berdebu…[6]
Imam Ibnu Jarir menegaskan, “Yang benar nama ayah beliau adalah Azar. Barangkali dirinya punya dua nama yang biasa ia dipanggil dengannya, atau kemungkinan yang satu julukannya dan yang lain nama panggilannya”.[7]
Kemudian Imam Ibnu Katsir mengomentari ucapan beliau tadi dengan menyatakan, “Apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir tadi ada benarnya, wallau a’lam”.[8]
KEPADA SIAPAKAH NABI IBRAHIM DIUTUS?
Sebagaimana telah kami singgung sebelumnya bahwa para ulama sejarah berbeda pendapat tentang tempat kelahiran nabi Ibrahim ‘alaihi sallam. Barangkali sebab perselisihan ini muncul dari adanya riwayat-riwayat yang menjelaskan kalau nabi Ibrahim ‘alaihi sallam menyeru dakwahnya di negeri al-Kaldaniyin, sebagaimana beliau juga menyerukan dakwahnya di negeri Kan’an. Begitu juga adanya riwayat yang menerangkan beliau berdakwah pada penduduk Huran. Seperti yang sudah di maklumi bersama kalau para nabi di utus pada umatnya.
Sehingga para ulama sejarah berbeda pendapat tentang tempat kelahirannya, manakala mereka mendapati adanya riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang beberapa tempat dakwah beliau, akan tetapi, pendapat yang kuat dalam masalah ini ialah beliau lahir di al-Kaldaniyin yaitu sebuah negeri yang bernama Baabal dan kaldaniyah masuk dalam wilayah kekuasaanya. Kemudian beliau melakukan pengembaraan menuju negeri Kan’an yang lebih dikenal dengan negeri Baitul Maqdis, lalu beliau tinggal di Hurran, yaitu negerinya Kasydaniyin pada waktu itu, begitu pula negeri Jazirah serta Syam[9]
[Disalin dari الشرك في قوم إبراهيم Penulis Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
______
Footnote
[1] Lihat penjelasannya dalam kitab Bidayah wa Nihayah 1/139 oleh Ibnu Katsir.
[2] Tarikh Thabari 1/233. al-Kamil fii Tarikh 1/53 oleh Ibnu Atsir.
[3] Lihat penjelasannya dalam kitab Bidayah wa Nihayah 1/140 oleh Ibnu Katsir.
[4] Tarikh Thabari 1/233. al-Kamil fii Tarikh 1/53 oleh Ibnu Atsir
[5] Bidayah wa Nihayah 1/140 oleh Ibnu Katsir
[6] HR Bukhari no: 3350
[7] Tafsir Thabari 7/160
[8] Tafsir Ibnu Katsir 1/313.
[9] Lihat penjelasannya dalam Bidayah wa Nihayah 1/140
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/59356-tiga-kedustaan-yang-dilakukan-nabi-ibrahim-alaihissalam.html